Kamis, 05 Maret 2015

BAB 1
PENGERTIAN
                      
1.1 Pengertian Teater

Teater berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place)  yang artinya tempatatau gedung  pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan didepan orang banyak.  Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan.  misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya.

Adapun pengertian teater menurut para tokoh, antara lain :
1.      Menurut Harymawan, 1993 : Teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”.

2.      Menurut Bakdi Soemanto, 2001 : Teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan “drame” yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra.

3.      Menurut Kasim Achmad, 2006 : Istilah Teater sekarang lebih umum digunakan tetapi sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas panggung disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah lakon yang biasa disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan teater. Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau  tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau “warah” yang berarti, “pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara” berarti “pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993). Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.

Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di ataspanggung dan disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater” adalah pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”.


1.2 Pengertian Teater Modern

Teater modern merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater Barat. Jenis teater seperti Komedi Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat, dan sebagainya merupakan contoh teater modern. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya diambil
dari dunia  modern.  Musik,  dekor,  dan  properti  lain  menggunakan teknik Barat. Teater sudah membudaya dalam kehidupan bangsa kita. Dalam teater, penonton tidak hanya disuguhi pengetahuan tentang baik/buruk, dan indah/ jelek, tetapi ikut menyikapi dan melihat action.


1.3  Pengertian Sinetron

Sinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya cipta seni
budaya, dan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video melalui proses elektronik lalu di tayangan melalui stasiun televisi.Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan


BAB 2
SEJARAH

2.1 Sejarah Teater

Dalam sejarah, seni teater tercatat dimulai sejak jauh sebelum tahun 500 SM. Pada awalnya, Teater hanya dilakoni sebagai sebuah upacara ritual keagamaan ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa bangsa kuno yang memiliki peradaban maju, seperti bangsa Maya di Amerika Selatan, Mesir Kuno, Babilonia, Asia Tengah, dan Cina, menggunakan bentuk teater sebagai salah satu cara untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Biasanya yang mendalangi seluruh upacara ritual itu adalah dukun atau pendeta agung.
Sejarah mencatat, seni teater berfungsi hanya sebagai upacara ritual (keagamaan), melainkan berfungsi pula sebagai kesenian atau hiburan. Peristiwa teater yang mensyaratkan kebersamaan, saat, dan tempat, tetaplah menjadi persyaratan utama kehadiran teater sejak ribuan tahun sebelum Masehi, sehingga pada zaman Yunani teater pun selalu hadir dengan persyaratan yang serupa. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat disebut teater jika ada keutuhan tiga kekuatan, berupa: orang teater, tempat, dan komunitas (penonton). Tiga kekuatan inilah yang bertemu dan melahirkan sinergi dan melahirkan “peristiwa teater”.
Dalam sejarah, seni teater pada zaman Yunani dikenal sebagai zaman yang melembagakan konvensi berteater yang masih memiliki pengaruh sampai sekarang. Mantra-mantra yang mulanya hanya lisan dan tak tertulis, berlangsung menjadi naskah tertulis, sementara doa-doa berubah bentuknya menjadi kisah atau lakon. Yunani melahirkan tokoh penelitian naskah drama, antara lain Aeschylus (525-456 SM), Sophocles (496-406 SM), Euripides (480-406 SM), dan Aristophanes (sekitar 400 SM). Mereka adalah bapak moyang para peneliti naskah drama.
Pada perkembangan sejarah seni teater berikutnya, upacara keagamaan lebih menonjolkan penceritaan. Sekelompok manusia bergerak mengarak seekor kambing yang sudah didandani dengan berbagai perhiasan. Mereka menggiring persembahan itu mengelilingi pasar atau jalan raya diiringi bunyi tambur, seruling, dan bunyi-bunyian lain. Iring-iringan itu memperlambat jalannya, apabila penonton bertambah atau berhenti untuk memberi kesempatan kepada narator (pencerita) yang mengisahkan suatu peristiwa. Narator mengisahkan salah satu dewa kepada penonton yang berderet-deret di pinggir jalan atau berdiri mengerumuninya






2.2 Sejarah Teater Modern

Teater transisi adalah penamaan atas kelompok teater pada periode saat teater tradisional mulai mengalami perubahan karena pengaruh budaya lain. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok teater tradisional dengan model garapan memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat, dinamakan teater bangsawan. Perubahan tersebut terletak pada cerita yang sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita ringkas atau outline story (garis besar cerita per adegan). Cara penyajian cerita dengan menggunakan panggung dan dekorasi. Mulai memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan. Pada periode transisi inilah teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi. Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805 yang kemudian berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali berdirinya gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian Jakarta).
Perkenalan masyarakat Indonesia pada teater non-tradisi dimulai sejak Agust Mahieu mendirikan Komedie Stamboel di Surabaya pada tahun 1891, yang pementasannya secara teknik telah banyak mengikuti budaya dan teater Barat (Eropa), yang pada saat itu masih belum menggunakan naskah drama/lakon. Dilihat dari segi sastra, mulai mengenal sastra lakon dengan diperkenalkannya lakon yang pertama yang ditulis oleh orang Belanda F.Wiggers yang berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno, pada tahun 1901. Kemudian disusul oleh Lauw Giok Lan lewat Karina Adinda, Lelakon Komedia Hindia Timoer (1913), dan lain-lainnya, yang menggunakan bahasa Melayu Rendah.
Setelah Komedie Stamboel didirikan muncul kelompok sandiwara seperti Sandiwara Dardanella (The Malay Opera Dardanella) yang didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926. Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul, Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan lain sebagainya. Pada masa teater transisi belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara. Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.

2.3 Sejarah Sinetron

Awal kemunculan sinetron bermula dari siaran drama berseri di beberapa radio Amerika sekitar tahun 1930-an. Mayoritas pendengar radio waktu itu adalah ibu-ibu rumah tangga. Sambil mengisi waktu luang atau saat sedang merapikan seisi rumah para, ibu-ibu terbiasa mendengarkan drama serial yang disampaikan radio.
Nampaknya ini menjadi peluang emas bagi perusahaan deterjen dan beberapa produk kebersihan lainnya untuk memasang iklan disela-sela drama berseri tersebut. Oleh karena itu drama serial ini kemudian dikenal dengan soap opera (opera sabun). Setelah kemunculan televisi warna di tengah-tengah masyarakat sekitar tahun 1940-an berkat karya Peter Goldmark, drama berseri yang semula disiarkan di beberapa radio beralih ke televisi namun masih dengan nama opera sabun. Hal yang sama terjadi di Spanyol namun drama seri di Spanyol dikenal dengan telenovela.
Masuk ke Indonesia
Di Indonesia istilah sinetron dikenalkan pertama kali oleh Bapak Soemardjono, salah satu pendiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sinetron sendiri berasal dari Sinema Elektronik yaitu sebuah tayangan sinema (film) berseri yang ditonton melalui media elektronik (televisi).
Sinetron yang pertama kali muncul di Indonesia berjudul ‘Losmen’ yang ditayangkan sekitar tahun 80-an oleh TVRI, stasiun televisi milik pemerintah Indonesia sekaligus satu-satunya televisi yang ada saat itu. Losmen bercerita tentang kehidupan sehari- hari keluarga Pak Broto yang mengelola penginapan (Losmen). Drama ini dibintangi oleh aktor dan aktris senior seperti Dewi Yull, Mieke Wijaya dan Mathias Muchus. 
Berbeda dengan sinetron sekarang yang penayangannya setiap hari, drama Losmen ditayangkan sebulan sekali karena jam siaran TVRI yang masih terbatas. Jadi, untuk menonton episode selanjutnya harus menunggu bulan berikutnya.  Meskipun demikian, istilah sinetron baru digunakan pada drama berseri, Jendela Rumah Kita pada tahun 1989.
Tidak lama kemudian muncul televisi-televisi swasta yang diawali oleh RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), yang mengudara pada pada 13 November 1988. Kemudian RCTI diresmikan 24 Agustus 1989. Akan tetapi RCTI mulai diakses oleh masyarakat sekitar akhir 1991.
Tayangan sinetron pun mulai membanjiri saluran tv swasta. Sebutlah diantaranya Si Cemplon, Si Doel Anak Sekolahan dan masih banyak lainnya. Diantara sinetron-sinetron yang ada pada masa itu, Si Doel Anak Sekolahan adalah sinetron paling populer dan mendapat tempat di hati masyarakat. Sampai akhirnya sinetron Si Doel Anak sekolahan dibuat hingga beberapa sekuel dengan pemeran utamanya, Rano Karno.
Pergeseran Tema
Memasuki tahun 1995 hingga 1998, tema sinetron sedikit bergeser. Para sutradara membuat sinetron yang diadaptasi dari film layar lebar tahun 80-an, semisal Lupus, Olga dan Catatan Si Boy. Di era ini pula, sinetron dari negeri Latin, alias telenovela membanjiri layar kaca Indonesia. Diantara yang populer adalah Maria Mercedes yang melambungkan nama pemainnya, Thalia.
Berikutnya di tahun 1998, Multivision Plus sebagai salah satu perusahaan pembuat film di Indonesia, membuat sinetron ‘Tersanjung’. Sinetron ini adalah sinetron terpanjang yang pernah dibuat, terdiri dari 356 episode yang dibagi beberapa sekuel. Pada masa ini, tema sinetron kembali berubah. Kebanyakan sinetron yang diproduksi merupakan adaptasi dari novel- novel terkenal seperti Karmila.
Era Religi
Era Millenium, yang ditandai pergantian tahun dari 1999 ke 2000 menjadi puncak bagi dunia sinetron Indonesia.  Tema sinetron lebih beragam, mulai dari horor sampai kehidupan masyarakat Jakarta.  Hingga kini terdapat beberapa pembagian jenis sinetron misalnya : sinetron religi (agama), sinetron komedi,  sinetron horor, sinetron dewasa, sinetron remaja dan sinetron anak.

Sinetron religi dalam artian sinetron bernafaskan Islam pertama kali muncul di televisi swasta berawal dari beberapa sinetron religi karya Dedy Mizwar tahun 1992 diantaranya Abu Nawas, Hikayat Pengembara dan Mat Angin.  Diluar dugaan Ketiga sinetron ini bisa memikat hati pemirsa. Buktinya sinetron ini bertahan sampai puluhan episode. Abu nawas mencapai 52 episode sedangkan Hikayat Pengembara menembus lebih dari 100 episode.
Sinetron religi kemudian melejit meramaikan telivisi nasional berbarengan dengan sinetron lainnya pada era millenium. Namun sayangnya sinetron religi pada masa itu jauh dari label keislaman sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Aroma mistik muncul menghisasi sinetron seperti Taubat, Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Kuasa Ilahi, Misteri Ilahi, dan insyaf. Mistik tampak bagaimana siksa kubur yang diderita si mayat dipertontonkan kepada masyarakat.
Maraknya sinetron berbau mistik di Indonesia sampai dipertanyakan oleh Konferensi Islam yang digelar Universitas Manchester dan Universitas Surrey, Inggris, di Gedung Samuel Alexander The University of Manchester pada tahun 2008. Situs www.antara.co.id menyebutkan konferensi yang bertemakan Representasi Islam: Perseptif Komparatif" dihadiri oleh ratusan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, Islamic studiesMedia Studies, antropolog sampai sosiolog yang datang dari berbagai negara di Eropa, Amerika, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.
Indonesia yang diwakili oleh Muzayin Nazaruddin dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta menyampaikan makalahnya "Representasi Islam dalam Sinetron Religi". Dia menilai kurang tepat menyebut sinetron religius sebagai "self representation of Muslim in Indonesia".

"Bagaimanapun konteks paling kuat yang melatarbelakangi maraknya sinetron religius adalah kekuatan pemodal di balik proses produksinya (production house, pengelola stasiun televisi, dan pengiklan) yang menjadikan Islam sebagai komoditas untuk diperdagangkan," ujarnya.
Kajian yang dilakukan Muzayin menyimpulkan beberapa temuan tentang representasi Islam dalam sinetron religius yaitu Islam memandang sesuatu secara ekstrim, hitam dan putih. Hal ini sering ditampilkan dengan penggambaran tokoh protagonis secara ekstrim baik, tanpa cacat sedikitpun, sebaliknya tokoh antagonis secara ekstrim buruk, tanpa kebaikan sedikitpun.
Selain itu seringkali, kepasrahan tampil secara ekstrim tanpa perjuangan atau usaha apapun, cukup berpasrah diri, kesuksesan hidup akan datang dengan sendirinya, Taubat bisa dilakukan secara instan, cukup dalam sekali langkah, seseorang akan langsung baik. Perempuan sering ditampilkan sebagai sumber masalah, baik secara personal maupun sosial. Islam direpresentasikan sebagai agama yang irasional dan penuh kegaiban.
Warna negatif ini terus berlanjut hingga tahun 2009. Tercatat sejumlah sinetron religi seperti Muslimah dan Hareem disebut oleh banyak kalangan telah menodai citra Islam. Bahkan Majelis Ulama Indonesia melalui KPI telah menegur tayangan tersebut.
Maraknya sinetron religi di negara Indonesia setidaknya mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia merindukan sinetron bemuatan dakwah. Ini merupakan berkah dakwah yang seharusnya digarap oleh pihak-pihak tertentu yang paham betul tentang Islam. Namun sayangnya di saat kerinduan itu memuncak justru sinetron ‘religi’ dibumbui oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Akibatnya tentu berdampak pada pencitraan Islam yang dipandang negatif oleh berbagai pihak.

BAB 3
MACAM-MACAM TEATER MODERN

  • Drama : Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunaka percakapan dan action dihadapan penonton
  •  Film : sekedar gambar yang bergerak, adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi media-media yang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik
  •  Sinetron : istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan.
  • Opera : Sebuah drama, tragis atau komik, di mana musik membentuk bagian penting; sebuah drama yang seluruhnya atau sebagian besar dinyanyikan, terdiri dari recitative, arials, chorus, duet, Trio, dll, dengan iringan orkestra, Prelude dan selingan, bersama dengan kostum yang sesuai, pemandangan, dan tindakan; drama lirik
  • Operet : opera ringan (nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian) dng unsur roman dan satir


BAB 4
PERBEDAAN TEATER TRADISIONAL DAN TEATER MODERN


Ø  Teater tradisional adalah sebuah karya yang berbentuk sastra yang diciptakan oleh pengarangnya yang biasanya mencerutakan bagaimana srluk beluk tingkah laku kehidupan manusia.Teater tradisionalini biasanyan kurang diminati oleh masyarakat hal ini dikarenakan oleh kurangnya daya tarik teater tersebut menggait hati dan minat para pendengar dan penikmat teater tersebut sehingga membuatmasyarakat kurang menyukai teater tersebit.

Ø  Teater modern adalah sebuah karya yang merupakan curahan perasaan sipengarang yang biasanya kita kenal sebagai seorang sutradara kalau dalam perfilman. Teater modern ini sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa? karna teater modern ini banyak dicurahkan dalam bentuk film. Teater modern ini banyak dikenal dan disukai oleh banyak orang karena selain banyak nya teater ini menyelimuti hidup masyarakat teater modern ini juga menyenangkan dan ceritanya tidak bertele-tele dan tidak monoton.




CUPLIKAN TEATER MODERN SINETRON
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar