BAB 1
PENGERTIAN
1.1 Pengertian Teater
Teater berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place)
yang artinya tempatatau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya,
dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang
dipertunjukkan didepan orang banyak.
Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan. misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang
wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya.
Adapun
pengertian teater menurut para tokoh, antara lain :
1.
Menurut
Harymawan, 1993 : Teater merupakan
manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan
masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya
memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di
atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi batasan
tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada
teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di
layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di
dalamnya merupakan realitas fiktif”.
2.
Menurut
Bakdi Soemanto, 2001 : Teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal
dari kata Yunani Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan “drame”
yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid
untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam
istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang
punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga
dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno
(800-277 SM). Hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan sedemikian erat seiring
dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai
teks atau naskah atau lakon atau karya sastra.
3.
Menurut
Kasim Achmad, 2006 : Istilah Teater sekarang lebih umum digunakan tetapi
sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas
panggung disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah
lakon yang biasa disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan teater. Di
Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah
sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara
konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata
sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau
“warah” yang berarti, “pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara”
berarti “pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993).
Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita
yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman
Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi
masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
Jadi, teater
adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di ataspanggung dan
disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater” adalah
pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”.
1.2 Pengertian Teater Modern
Teater modern merupakan teater yang bersumber dari teater
tradisional, tetapi gaya
penyajiannya
sudah dipengaruhi oleh teater Barat. Jenis teater seperti Komedi Stambul,
Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat, dan sebagainya merupakan contoh teater
modern. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau
Ketoprak, jenis ceritanya diambil
dari
dunia modern. Musik, dekor, dan properti
lain menggunakan teknik Barat. Teater sudah membudaya dalam kehidupan
bangsa kita. Dalam teater, penonton tidak hanya disuguhi pengetahuan tentang
baik/buruk, dan indah/ jelek, tetapi ikut menyikapi dan melihat action.
1.3 Pengertian
Sinetron
Sinetron merupakan kepanjangan
dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya cipta seni
budaya,
dan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi
dengan direkam pada pita video melalui proses elektronik lalu di tayangan
melalui stasiun televisi.Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim
sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan
oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan
manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan
BAB 2
SEJARAH
2.1 Sejarah Teater
Dalam
sejarah, seni teater tercatat dimulai sejak jauh sebelum tahun 500 SM.
Pada awalnya, Teater hanya dilakoni sebagai sebuah upacara ritual keagamaan
ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa bangsa kuno yang memiliki peradaban maju,
seperti bangsa Maya di Amerika Selatan, Mesir Kuno, Babilonia, Asia Tengah, dan
Cina, menggunakan bentuk teater sebagai salah satu cara untuk berhubungan
dengan Yang Maha Kuasa. Biasanya yang mendalangi seluruh upacara ritual itu
adalah dukun atau pendeta agung.
Sejarah mencatat, seni teater
berfungsi hanya sebagai upacara ritual (keagamaan), melainkan berfungsi pula
sebagai kesenian atau hiburan. Peristiwa teater yang mensyaratkan kebersamaan,
saat, dan tempat, tetaplah menjadi persyaratan utama kehadiran teater sejak
ribuan tahun sebelum Masehi, sehingga pada zaman Yunani teater pun selalu hadir
dengan persyaratan yang serupa. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sesuatu dapat disebut teater jika ada keutuhan tiga kekuatan,
berupa: orang teater, tempat, dan komunitas (penonton). Tiga kekuatan inilah
yang bertemu dan melahirkan sinergi dan melahirkan “peristiwa teater”.
Dalam sejarah, seni teater pada
zaman Yunani dikenal sebagai zaman yang melembagakan konvensi berteater yang
masih memiliki pengaruh sampai sekarang. Mantra-mantra yang mulanya hanya lisan
dan tak tertulis, berlangsung menjadi naskah tertulis, sementara doa-doa
berubah bentuknya menjadi kisah atau lakon. Yunani melahirkan tokoh penelitian
naskah drama, antara lain Aeschylus (525-456 SM), Sophocles (496-406 SM),
Euripides (480-406 SM), dan Aristophanes (sekitar 400 SM). Mereka adalah bapak
moyang para peneliti naskah drama.
Pada perkembangan sejarah seni
teater berikutnya, upacara keagamaan lebih menonjolkan penceritaan. Sekelompok
manusia bergerak mengarak seekor kambing yang sudah didandani dengan berbagai
perhiasan. Mereka menggiring persembahan itu mengelilingi pasar atau jalan raya
diiringi bunyi tambur, seruling, dan bunyi-bunyian lain. Iring-iringan itu
memperlambat jalannya, apabila penonton bertambah atau berhenti untuk memberi
kesempatan kepada narator (pencerita) yang mengisahkan suatu peristiwa. Narator
mengisahkan salah satu dewa kepada penonton yang berderet-deret di pinggir
jalan atau berdiri mengerumuninya
2.2 Sejarah Teater Modern
Teater transisi adalah penamaan atas kelompok teater
pada periode saat teater tradisional mulai mengalami perubahan karena pengaruh
budaya lain. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok teater tradisional
dengan model garapan memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat, dinamakan
teater bangsawan. Perubahan tersebut terletak pada cerita yang sudah mulai
ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita ringkas atau outline story (garis
besar cerita per adegan). Cara penyajian cerita dengan menggunakan panggung dan
dekorasi. Mulai memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan. Pada periode
transisi inilah teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi. Selain
pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan
teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar
tahun 1805 yang kemudian berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali
berdirinya gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian
Jakarta).
Perkenalan masyarakat Indonesia pada teater
non-tradisi dimulai sejak Agust Mahieu mendirikan Komedie Stamboel di Surabaya
pada tahun 1891, yang pementasannya secara teknik telah banyak mengikuti budaya
dan teater Barat (Eropa), yang pada saat itu masih belum menggunakan naskah
drama/lakon. Dilihat dari segi sastra, mulai mengenal sastra lakon dengan
diperkenalkannya lakon yang pertama yang ditulis oleh orang Belanda F.Wiggers
yang berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno, pada tahun 1901. Kemudian
disusul oleh Lauw Giok Lan lewat Karina Adinda, Lelakon Komedia Hindia Timoer
(1913), dan lain-lainnya, yang menggunakan bahasa Melayu Rendah.
Setelah Komedie Stamboel didirikan muncul kelompok sandiwara seperti Sandiwara Dardanella (The Malay Opera Dardanella) yang didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926. Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul, Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan lain sebagainya. Pada masa teater transisi belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara. Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
Setelah Komedie Stamboel didirikan muncul kelompok sandiwara seperti Sandiwara Dardanella (The Malay Opera Dardanella) yang didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926. Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul, Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan lain sebagainya. Pada masa teater transisi belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara. Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
2.3 Sejarah Sinetron
Awal
kemunculan sinetron bermula dari siaran drama berseri di beberapa radio Amerika
sekitar tahun 1930-an. Mayoritas pendengar radio waktu itu adalah ibu-ibu rumah
tangga. Sambil mengisi waktu luang atau saat sedang merapikan seisi rumah para,
ibu-ibu terbiasa mendengarkan drama serial yang disampaikan radio.
Nampaknya ini
menjadi peluang emas bagi perusahaan deterjen dan beberapa produk kebersihan
lainnya untuk memasang iklan disela-sela drama berseri tersebut. Oleh karena
itu drama serial ini kemudian dikenal dengan soap opera (opera
sabun). Setelah kemunculan televisi warna di tengah-tengah masyarakat sekitar
tahun 1940-an berkat karya Peter Goldmark, drama berseri yang semula disiarkan
di beberapa radio beralih ke televisi namun masih dengan nama opera sabun. Hal
yang sama terjadi di Spanyol namun drama seri di Spanyol dikenal dengan
telenovela.
Masuk
ke Indonesia
Di Indonesia
istilah sinetron dikenalkan pertama kali oleh Bapak Soemardjono, salah
satu pendiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sinetron sendiri berasal
dari Sinema Elektronik yaitu sebuah tayangan sinema (film)
berseri yang ditonton melalui media elektronik (televisi).
Sinetron yang
pertama kali muncul di Indonesia berjudul ‘Losmen’ yang ditayangkan
sekitar tahun 80-an oleh TVRI, stasiun televisi milik
pemerintah Indonesia sekaligus satu-satunya televisi yang ada saat
itu. Losmen bercerita tentang kehidupan sehari- hari keluarga Pak Broto yang
mengelola penginapan (Losmen). Drama ini dibintangi oleh aktor dan aktris
senior seperti Dewi Yull, Mieke Wijaya dan Mathias Muchus.
Berbeda
dengan sinetron sekarang yang penayangannya setiap hari, drama Losmen
ditayangkan sebulan sekali karena jam siaran TVRI yang masih terbatas. Jadi,
untuk menonton episode selanjutnya harus menunggu bulan berikutnya.
Meskipun demikian, istilah sinetron baru digunakan pada drama berseri,
Jendela Rumah Kita pada tahun 1989.
Tidak lama
kemudian muncul televisi-televisi swasta yang diawali oleh RCTI (Rajawali Citra
Televisi Indonesia), yang mengudara pada pada 13 November 1988. Kemudian
RCTI diresmikan 24 Agustus 1989. Akan tetapi RCTI mulai diakses oleh masyarakat
sekitar akhir 1991.
Tayangan
sinetron pun mulai membanjiri saluran tv swasta. Sebutlah diantaranya Si
Cemplon, Si Doel Anak Sekolahan dan masih banyak lainnya. Diantara
sinetron-sinetron yang ada pada masa itu, Si Doel Anak Sekolahan adalah
sinetron paling populer dan mendapat tempat di hati masyarakat. Sampai akhirnya
sinetron Si Doel Anak sekolahan dibuat hingga beberapa sekuel dengan pemeran
utamanya, Rano Karno.
Pergeseran
Tema
Memasuki
tahun 1995 hingga 1998, tema sinetron sedikit
bergeser. Para sutradara membuat sinetron yang diadaptasi dari film
layar lebar tahun 80-an, semisal Lupus, Olga dan Catatan Si Boy. Di era ini
pula, sinetron dari negeri Latin, alias telenovela membanjiri layar
kaca Indonesia. Diantara yang populer adalah Maria Mercedes yang
melambungkan nama pemainnya, Thalia.
Berikutnya di
tahun 1998, Multivision Plus sebagai salah satu perusahaan pembuat film
di Indonesia, membuat sinetron ‘Tersanjung’. Sinetron ini adalah sinetron
terpanjang yang pernah dibuat, terdiri dari 356 episode yang dibagi beberapa
sekuel. Pada masa ini, tema sinetron kembali berubah. Kebanyakan sinetron yang
diproduksi merupakan adaptasi dari novel- novel terkenal seperti Karmila.
Era Religi
Era
Millenium, yang ditandai pergantian tahun dari 1999 ke 2000 menjadi puncak bagi
dunia sinetron Indonesia. Tema sinetron lebih beragam, mulai dari horor
sampai kehidupan masyarakat Jakarta. Hingga kini terdapat beberapa
pembagian jenis sinetron misalnya : sinetron religi (agama), sinetron komedi,
sinetron horor, sinetron dewasa, sinetron remaja dan sinetron anak.
Sinetron
religi dalam artian sinetron bernafaskan Islam pertama kali muncul di televisi
swasta berawal dari beberapa sinetron religi karya Dedy Mizwar tahun 1992
diantaranya Abu Nawas, Hikayat Pengembara dan Mat Angin. Diluar dugaan
Ketiga sinetron ini bisa memikat hati pemirsa. Buktinya sinetron ini bertahan
sampai puluhan episode. Abu nawas mencapai 52 episode sedangkan Hikayat
Pengembara menembus lebih dari 100 episode.
Sinetron
religi kemudian melejit meramaikan telivisi nasional berbarengan dengan
sinetron lainnya pada era millenium. Namun sayangnya sinetron religi pada masa
itu jauh dari label keislaman sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Aroma
mistik muncul menghisasi sinetron seperti Taubat, Rahasia Ilahi, Takdir
Ilahi, Kuasa Ilahi, Misteri Ilahi, dan insyaf. Mistik tampak
bagaimana siksa kubur yang diderita si mayat dipertontonkan kepada masyarakat.
Maraknya
sinetron berbau mistik di Indonesia sampai dipertanyakan oleh
Konferensi Islam yang digelar Universitas Manchester dan Universitas
Surrey, Inggris, di Gedung Samuel Alexander The University of Manchester pada
tahun 2008. Situs www.antara.co.id menyebutkan konferensi yang bertemakan Representasi
Islam: Perseptif Komparatif" dihadiri oleh ratusan ilmuwan dari berbagai
disiplin ilmu, Islamic studies, Media Studies,
antropolog sampai sosiolog yang datang dari berbagai negara di Eropa, Amerika,
Timur Tengah, Asia, dan Afrika.
Indonesia yang
diwakili oleh Muzayin Nazaruddin dari Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogjakarta menyampaikan makalahnya "Representasi Islam dalam Sinetron
Religi". Dia menilai kurang tepat menyebut sinetron religius sebagai
"self representation of Muslim in Indonesia".
"Bagaimanapun konteks paling kuat yang melatarbelakangi maraknya sinetron religius adalah kekuatan pemodal di balik proses produksinya (production house, pengelola stasiun televisi, dan pengiklan) yang menjadikan Islam sebagai komoditas untuk diperdagangkan," ujarnya.
"Bagaimanapun konteks paling kuat yang melatarbelakangi maraknya sinetron religius adalah kekuatan pemodal di balik proses produksinya (production house, pengelola stasiun televisi, dan pengiklan) yang menjadikan Islam sebagai komoditas untuk diperdagangkan," ujarnya.
Kajian yang
dilakukan Muzayin menyimpulkan beberapa temuan tentang representasi Islam dalam
sinetron religius yaitu Islam memandang sesuatu secara ekstrim, hitam dan
putih. Hal ini sering ditampilkan dengan penggambaran tokoh protagonis secara
ekstrim baik, tanpa cacat sedikitpun, sebaliknya tokoh antagonis secara ekstrim
buruk, tanpa kebaikan sedikitpun.
Selain itu
seringkali, kepasrahan tampil secara ekstrim tanpa perjuangan atau usaha
apapun, cukup berpasrah diri, kesuksesan hidup akan datang dengan sendirinya,
Taubat bisa dilakukan secara instan, cukup dalam sekali langkah, seseorang akan
langsung baik. Perempuan sering ditampilkan sebagai sumber masalah, baik secara
personal maupun sosial. Islam direpresentasikan sebagai agama yang irasional
dan penuh kegaiban.
Warna negatif
ini terus berlanjut hingga tahun 2009. Tercatat sejumlah sinetron religi
seperti Muslimah dan Hareem disebut oleh banyak kalangan telah menodai citra
Islam. Bahkan Majelis Ulama Indonesia melalui KPI telah menegur tayangan
tersebut.
Maraknya
sinetron religi di negara Indonesia setidaknya mengindikasikan bahwa
masyarakat Indonesia merindukan sinetron bemuatan dakwah. Ini
merupakan berkah dakwah yang seharusnya digarap oleh pihak-pihak tertentu yang
paham betul tentang Islam. Namun sayangnya di saat kerinduan itu memuncak
justru sinetron ‘religi’ dibumbui oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam itu sendiri. Akibatnya tentu berdampak pada pencitraan Islam yang
dipandang negatif oleh berbagai pihak.
BAB 3
MACAM-MACAM TEATER MODERN
- Drama : Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunaka percakapan dan action dihadapan penonton
- Film : sekedar gambar yang bergerak, adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi media-media yang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik
- Sinetron : istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan.
- Opera : Sebuah drama, tragis atau komik, di mana musik membentuk bagian penting; sebuah drama yang seluruhnya atau sebagian besar dinyanyikan, terdiri dari recitative, arials, chorus, duet, Trio, dll, dengan iringan orkestra, Prelude dan selingan, bersama dengan kostum yang sesuai, pemandangan, dan tindakan; drama lirik
- Operet : opera ringan (nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian) dng unsur roman dan satir
BAB 4
PERBEDAAN TEATER TRADISIONAL DAN
TEATER MODERN
Ø
Teater
tradisional adalah sebuah karya yang berbentuk sastra yang diciptakan oleh
pengarangnya yang biasanya mencerutakan bagaimana srluk beluk tingkah laku
kehidupan manusia.Teater tradisionalini biasanyan kurang diminati oleh
masyarakat hal ini dikarenakan oleh kurangnya daya tarik teater tersebut
menggait hati dan minat para pendengar dan penikmat teater tersebut sehingga
membuatmasyarakat kurang menyukai teater tersebit.
Ø
Teater
modern adalah
sebuah karya yang merupakan curahan perasaan sipengarang yang biasanya kita
kenal sebagai seorang sutradara kalau dalam perfilman. Teater modern ini sering
kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa? karna teater modern ini banyak
dicurahkan dalam bentuk film. Teater modern ini banyak dikenal dan disukai oleh
banyak orang karena selain banyak nya teater ini menyelimuti hidup masyarakat
teater modern ini juga menyenangkan dan ceritanya tidak bertele-tele dan tidak
monoton.
CUPLIKAN TEATER MODERN SINETRON
Tidak ada komentar:
Posting Komentar